SEDEKAH NGUTANG
Ini sekedar story bwt kawand GRAZEEV sekedar share aj kog semoga bermanfaat...:)
Kholiz Santiago
Oleh : Bobby Herwibowo :lol:
Sebuah mushalla rencananya hendak dibangun di sebuah perumahan di
daerah Cibinong, Bogor. Malam itu awal bulan Sya'ban beberapa tahun
yang lalu para penghuni perumahan bertekad ingin menjalani shalat
Tarawih bersama di mushalla yang akan mereka bikin. Semua warga
dikomandani pak RT tengah bermusyawarah. Satu kata bulat, "Kita harus
punya mushalla saat bulan puasa tahun ini menjelang!"
Itulah cita-cita mulia mereka semua. Dan masing-masing mereka berinfaq
dan berwakaf di jalan Allah dengan harta terbaik yang mereka miliki.
Terdengar suara pak RT menanyakan satu per satu warga yang hadir, "Pak
anu mau nyumbang berapa..., bapak fulan mau sedekah berapa....?" Lalu
setiap warga yang hadir dengan antusias menjawab dengan harta yang
hendak mereka sumbangkan.
Ada yang berinfak dalam ratusan ribu rupiah, juga ada yang berinfak
dalam jutaan rupiah. Sebagian mereka ada juga yang memberikan dalam
bentuk material bangunan.
Semua mereka seolah berlomba memberikan harta terbaik yang mereka
miliki untuk membangun rumah Allah Swt.
Semua terlihat begitu antusias untuk membangun mushalla di lingkungan
mereka dalam tempo kurang dari sebulan.
Malam itu juga ada seseorang yang bernama Arif yang berkomitmen untuk
menyumbang seluruh lantai keramik yang diperlukan mushalla. Itulah
yang ia janjikan kepada pak RT dan seluruh peserta rapat. Sengaja ia
menyumbang lantai keramik, sebab ia beranggapan bahwa setiap orang
akan menggunakannya untuk berdiri dan sujud oleh karena itu akan
mendapat pahala yang lebih banyak dari material bangunan lainnya.
Setidaknya itulah anggapannya!
"Saya insya Allah mau menyumbang semua lantai keramik yang diperlukan
mushalla ini!" seru Arif. "Apakah semua lantai keramik atau
sebagiannya saja, pak Arif?" tanya ketua RT menegaskan. "Semuanya
insya Allah, pak!" tandas Arif.
Arif tidak khawatir untuk menutupi sumbangan seluruh lantai keramik
mushalla. Di benaknya esok pagi ia akan meminta orang tuanya,
neneknya, sepupu, paman, bibi dan seluruh saudaranya untuk turut
menyumbang. "Insya Allah bila dijinjing ramai-ramai, tidak akan ada
beban yang berat!" gumamnya.
Benar juga... begitu Arif menghubungi seluruh kerabatnya, mereka semua
bersedia turut menyumbang pembelian lantai keramik mushalla. Hati Arif
pun tenang. Ia senang telah bisa menyumbang dan lebih senangnya lagi
ia dapat mengajak keluarganya untuk melakukan kebaikan di jalan agama
ini.
***
Bulan Ramadhan 7 hari lagi akan menjelang. Bangunan mushalla atas izin
Allah sudah rampung kurang lebih 65%. Namun untuk bisa dipakai shalat,
setidaknya harus sudah berlantai hingga orang-orang akan merasa nyaman
saat berdiri dan sujud. Maka malam itu adalah rapat kesekian kalinya
digelar ketua RT bersama panitia pembangunan mushalla. Dalam rapat
itu, Arif ditanya tentang kapan lantai bisa dikirimkan ke mushalla.
Dengan tenang ia berujar, "Paling lambat lusa, saya akan kirim lantai
tersebut!"
Namun apa yang terjadi saat ia menghubungi satu per satu keluarga yang
sudah berjanji untuk menyumbang. Sungguh aneh, semua keluarga yang
berjanji sepertinya amat kompak dalam satu alasan. Mereka semua BOKEK,
alias lagi gak punya uang!
"Celaka...!" keluh Arif. Padahal ia sendiri pun sedang tidak punya
duit. Bagaimana ia bisa memberi jawaban atas hal ini kepada warga
lingkungannya. Padahal Ramadhan akan tiba sebentar lagi. Tidak ada
uang yang bisa ia gunakan untuk membeli keramik, namun ada beberapa
kartu kredit di dompetnya yang dapat ia gunakan. Saat hendak
menggunakannya terbersit di benaknya wajah angker sang istri berkata
mengancam, "Awas ya kalau kamu berani pakai kartu kredit lagi. Aku
akan minta cerai!!!'
Ya, Arif meski bekerja di sebuah bank swasta namun ia adalah orang
yang susah menjaga syahwat dalam penggunaan kartu kredit. Sering kali
rumahnya disatroni debt-collector tak bermoral yang bicara kasar
bahkan mengancam di rumahnya. Istri dan anak-anak Arif sudah tidak
kuat dengan teror para debt-collector. Karena itu ia pernah diancam
oleh sang istri dengan ultimatum tuntutan cerai.
Kini Arif berada di dua ujung tanduk. Antara membeli keramik mushalla
dengan kartu kredit & ancaman cerai dari sang istri. Setelah menimbang
sebaik mungkin, ia bulatkan tekad untuk membeli lantai keramik.
"Urusan masalah kartu kredit, itu urusan nanti!" gumamnya. Lalu ia pun
pergi ke kawasan Percetakan Negara, Jakarta untuk memilih lantai
keramik yang cocok. Usai ia memilih lantai keramik, ia pun menggesek
kartu kreditnya dengan total tagihan Rp. 2,8 juta. Tak lupa ia
mengucap bismillah. Maka Arif kini bersedekah lantai keramik di jalan
Allah meski dengan cara berutang lewat kartu kredit.
***
Jelang Ramadhan pun ada agenda keluarga yang sudah dirancang oleh
Arif. Ia ingin tahun ini dapat mudik ke kampung halaman dengan
berkendara mobil. Hari itu ia memberanikan diri datang ke manager SDM
tempatnya bekerja sambil berkata dengan penuh semangat, "Pak boleh gak
saya mengajukan permohonan kredit mobil?!" Sayangnya, Arif mengajukan
permohonan itu pada momen yang tidak tepat. Awal Ramadhan itu di
perusahaannya sedang ada rasionalisasi pegawai besar-besaran. Sebuah
langkah yang amat pahit dialami oleh tim SDM, sebab dari atas mereka
mendapat tekanan. Sedangkan dari para pegawai di bawah mereka mendapat
kecaman. Dalam kondisi tim SDM sedang pusing, Arif malah mengajukan
kredit mobil. Dengan sengit manajer SDM itu berkata, "Tidak ada
fasilitas seperti itu saat ini. Anda tidak paham ya bahwa kami sedang
amat sibuk?!"
Mendapat tanggapan seperti itu, maka Arif pun beringsut.
Namun mungkin ini adalah balasan Allah Swt setelah sedekah lantai
keramik itu sudah digunakan oleh warga perumahan untuk lebih dari
seminggu.
Siang itu usai shalat Zhuhur dan mendengarkan kuliah agama di mushalla
kantor, Arif kembali masuk ke ruang kerja. Pesawat telpon di mejanya
berdering. Ternyata di sana adalah suara manager SDM yang memintanya
datang segera.
Arif pun datang. Sesampainya di ruangan manager SDM ia disuruh
menunggu di ruangan meeting. Sampai saat itu Arif belum tahu ada pasal
apa manager SDM memanggilnya. Arif berprasangka buruk, "Mungkinkah aku
termasuk karyawan yang akan dirumahkan?" lamunnya.
Lama ia menunggu hingga akhirnya sang manajer SDM datang ke ruang
meeting. Di tangannya ada sebuah folder berisikan banyak berkas.
Folder itu dibanting di atas meja, dan Arif terkejut mendengar folder
itu dibanting.
Sang manajer SDM itu kini sudah duduk berseberangan dari Arif. Ia
membuka berkas yang ada di dalam folder lalu ia dapatkan secarik
kertas yang bentuknya seperti kertas cheque.
Dengan cara yang tidak sopan, selembar kertas kecil itu dilemparkan ke
arah Arif dan ia pun menangkapnya. "Surat apa ini, Pak?!" tanya Arif.
Dibenaknya ia masih menduga bahwa ia bakal di-PHK dan ini adalah surat
pemberitahuannya.
"Baca saja dan jangan banyak tanya!" bentak manajer SDM.
Arif membaca selembar kertas itu yang ternyata adalah sebuah voucher
pembelian sebuah mobil. Di dalamnya terdapat nama lengkap Arif, nomor
induk kepegawaiannya dan sebuah nominal sebesar Rp 60 juta. Voucher
pembelian mobil itu ditandatangani oleh Direktur Operasional.
Usai membaca barulah Arif mengerti bahwa kertas itu ada sebuah
persetujuan direktur operasional atas fasilitas kredit mobil untuk
dirinya. Namun hal yang tidak ia mengerti adalah mengapa sikap manajer
SDM menjadi garang seperti ini?
"Saya paling tidak suka bila pak Arif main belakang seperti ini...!!!
Saya khan sudah bilang kepada bapak bahwa perusahaan tidak menyediakan
fasilitas mobil untuk karyawan dalam masa-masa seperti ini, lalu
kenapa bapak bicara langsung kepada direktur operasional...? Itu sama
saja mencoreng reputasi saya!!!"
Arif hanya terdiam mendengar celotehan sang manajer. Rasanya ia belum
pernah menceritakan hal ini kepada siapapun selain kepada manajer SDM,
apalagi sampai menghadap direktur. Namun ia gembira dalam hati sebab
ia membayangkan bahwa lebaran ini ia dapat mudik ke kampung bersama
keluarga dengan mobil baru. Terserah manajer SDM apakah dia mau marah
atau tidak yang penting Arif sudah mendapatkan voucher pembelian mobil
di tangannya.
***
Sore itu Arif pulang menuju rumahnya di Cibinong dengan hati penuh
kegembiraan. Sesampainya di rumah kira-kira pukul setengah enam sore.
Ia bernyanyi riang dan terus bernyanyi. Ia tidak masuk ke kamar untuk
berganti pakaian namun bahkan ia duduk-duduk di ruang tamu. Ada
gelagat yang tidak biasa sepertinya pada diri Arif, hingga istrinya
pun menanyakan ada apa gerangan.
Arif masih terus bernyanyi gembira sambil mengeluarkan dari tas kerja
secarik kertas voucher pembelian mobil itu lalu ia letakkan di atas
meja.
"Apa itu, Pa?" tanya sang istri. "Baca saja sendiri!" tukas Arif
sambil terus bernyanyi. Istrinya pun membaca voucher itu. Namun tidak
seperti dugaan Arif, sang istri tidak terlihat gembira membacanya.
Bahkan sang istri pergi ke arah lemari dan mengambil secarik kertas.
Bila tadi Arif meletakkan secarik kertas di atas meja. Kini sang istri
pun melatakkan secarik kertas pula di atas meja. "Apa itu, Ma?!" Arif
balik bertanya. Sang istri menukas dengan ketus, "Baca saja
sendiri!!!"
Ternyata itu adalah surat tagihan penggunaan kartu kredit. "Celaka!"
gumam Arif. Akhirnya dia ketahuan oleh sang istri telah menggunakan
kartu kredit untuk pembelian lantai mushalla. Ia amat takut sekali
bila sang istri menuntut cerai.
"Ayo cepat buka...!" sang istri berkata dengan suara meninggi. Arif
hanya diam tak berkutik, sungguh ia amat merasa takut. Tidak sedikit
pun gurat kebahagiaan tersisa di wajahnya.
Dengan perlahan ia buka amplop tagihan kartu kredit itu dan kemudian
ia baca seluruh isi surat. Namun anehnya, ia tidak mendapati tagihan
senilai Rp2,8 juta atas pembelian lantai keramik!!!
Seolah tidak percaya, ia ulangi membaca dan tetap saja ia tidak
mendapatkan nilai tagihan atas lantai keramik!!!
"Subhanallah...., kok bisa gak ada ya?" Arif berteriak keheranan. Ia
pun menelpon pihak bank dan lagi-lagi anehnya bank tidak membaca pada
data mereka bahwa Arif melakukan transaksi sebesar Rp 2,8 juta.
***
Itulah kisah yang Arif sampaikan kepada saya bahwa ia telah menuai
pertolongan Allah Swt untuk pembelian mobil, namun apa yang ia
sumbangkan untuk rumah-Nya dengan cara berhutang rupanya tidak
dianggap demikian oleh Allah Swt. Demikianlah sebuah kisah yang
menakjubkan tentang pertolongan Allah Swt melalui sedekah. Tidakkah
Anda meyakininya?
Salam. :)
Keep Posting 8-)